Wednesday, 25 February 2015

Asuransi Proyek Contractor's All Risk (CAR) dan Erection All Risk (EAR)


Maraknya pembangunan infrastruktur di Indonesia belakangan ini membutuhkan asuransi proyek yang menjamin risiko aktifitas pekerjaan proyek dari potensi bahaya yang mungkin terjadi. Kontraktor dan Bowheer/Principal sebagai pihak yang bersepakat dalam kontrak perlu memahami asuransi proyek dalam hal sejauh mana jaminan asuransi proyek ini efektif dalam me- respond suatu potensi kerugian. Kontrak proyek merupakan acuan dalam penutupan asuransi proyek. Para pihak yang bersepakat dalam kontrak adalah pihak yang memiliki interest (kepentingan) terhadap jaminan polis asuransi proyek. Beberapa pihak lain dapat saja diperperlakukan sebagai tertangung bilamana memiliki interest terhadap proyek, contohnya pihak bank yang mendanai, supplier dan sub kontraktor yang mengerjakan sub pekerjaan proyek.


Bentuk asuransi proyek yang beredar di Indonesia ada 2 yaitu Contractor's All Risk dan Erection All Risk, perlu ditegaskan bahwa jaminan pekerjaan proyek yang berlakua atas kedua asuransi proyek dimaksud digunakan untuk meng-cover jaminan pekerjaan proyek  onshore. Kedua asuransi tersebut  mengacu pada wording standar yaitu Munich re wording. Yang menjadi pertanyaan dimana perbedaan jaminan atas kedua asuransi dimaksud. Sesuai dengan namanya Contractor's Alll Risk  (CAR) merupakan asuransi proyek yang mejamin atas risiko proyek pembangunan sedangkan Erection All Risk (EAR) menjamin atas risiko proyek pemasangan mesin-mesin.  Beberapa contoh proyek-proyek CAR adalah proyek pembangunan gedung, proyek pembangunan jembatan, proyek pekerjaan jalan, proyek pembangunan bendungan, dll. Sedangkan proyek – proyek EAR adalah proyek pembangunan pabrik, proyek pembangunan PLTU, proyek pemasangan kabel  Fibre Optic (FO).

Merujuk pada Munich re wording, jaminan atas kedua jenis asuransi proyek terbagi dalam 2 section yaitu section I Material Damage dan section II Third Party Liability. Kedua section ini merupakan jaminan standar yang ada dalam asuransi proyek. Atas jaminan standar dapat pula ditambahkan jaminan perluasan dengan cara melekatkan endorsement/klausula. Dari kedua jaminan standar ini jaminan utama adalah jaminan section I Material Damage, sedangkan jaminan section II sifatnya melengkapi dan besaranya terbatas kisarannya tidak lebih dari 10% besaran section I nya.

Lama pertanggungan mengacu kepada periode pekerjaan proyek, dasar adalah time schedule (kurva S). Lazimnya periode proyek terbagi atas 2 fase, fase masa konstruksi dan fase masa pemeliharaan. Peralihan fase ditandai dengan adanya penerbitan BAST (Berita Acara Serah Terima). Peralihan fase ini juga menandai perubahan jaminan dari semula jaminan sesuai polis yang diterbitkan berlaku pada masa konstruksi, kemudian akan berubah menjadi jaminan terbatas hanya untuk risiko pemeliharaan yang berlaku pada masa pemeliharaan.

Lantas, dokumen apa saja yang dibutuhkan dalam suatu penutupan asuransi proyek. Perusahaan asuransi dalam hal meng aksep suatu risiko dalam hal ini risiko proyek, maka underwriter membutuhkan beberapa dokumen guna melakukan desk analysis. Minimum dokumen yang dibutuhkan adalah copy contract, B/Q, layout dan time schedule. Dokumen tersebut dapat menggambarkan profil risiko suatu proyek, apakah masuk dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. Beberapa parameter yang digunakan underwriter dalam menilai suatu risikko proyek adalah potensi risiko bencana alam, potensi risiko dari sisi pengalaman kontraktor dalam melakukan suatu pekerjaan proyek, kondisi lingkungan sekitar proyek apakah padat atau tidak. Parameter – parameter risiko itu yang dipertimbangkan underwiter dalam menilai suatu profil risiko proyek  yang akan menghasilkan term & conditions suatu penutupan asuransi proyek.

Pertanyaan berikutnya adalah berapa lama proses penutupan asuransi proyek. Lama proses penutupan asuransi proyek biasanya bergantung dari besaran Total Contract Value (TCV) yang nantinya akan tercantum sebagai harga pertanggungan dalam polis proyek (CAR/EAR). Sebagaimana diketahui bahwa setiap perusahaan asuransi kerugian memiliki kapasitas otomatis (treaty) yang dapat digunakan dalam setiap proses penerimaan suatu risiko atau akseptasi. Nah, didalam treaty ini  banyak batasan-batasan yang menjadi acuan seorang underwriter manakala memproses suatu risiko. Kaitan treaty tadi adalah sebagai batas suatu perusahaan asuransi dapat menerima suatu risiko proyek secara penuh (100% full cover) atau hanya katakanlah kurang dari 100%, apabila TCV suatu proyek lebih besar dari treaty suatu perusahaan asuransi. Hal  lain yang juga menentukan adalah lama waktu pekerjaan proyek menggingat rata-rata lama pekerjaan proyek yang dapat di cover dalam suatu treaty kisaran 40 bulan. Batasan-batasan dalam treaty tersebut yang mempengaruhi lama waktu pengadaan asuransi proyek, apabila proyek termasuk dalam kategori mega proyek dimana TCV yang ada melebihi treaty maka perusahaan asuransi akan melibatkan penanggung ulang (reasuransi).

Seringkali beberapa principal dan kontraktor menanyakan tentang berapa tarif yang akan berlaku pada proyeknya. Pengalaman penulis sebagai praktisi bahwa jawaban atas pertanyaan dimaksud  tergantung pada beberapa faktor. Beberapa faktor utama yang diamati oleh underwriter adalah karakteristik dari proyek, apakah proyek masuk dalam kategori risiko tinggi atau rendah. Sebagai contoh dalam asuransi proyek CAR, kategori risiko tinggi adalah proyek-proyek yang masuk kategori risiko pekerjaan sipil basah contoh pembangunan bendungan, PLTA, pembangunan dermaga, pembangunan jembatan dengan bentang panjang. Contoh risiko tinggi dalam proyek EAR adalah pembangunan pabrik atau pembangkit yang melibatkan pemasangan mesin dengan kapasitas besar. Faktor lain yang juga mempegaruhi  penetapan tarif asuransi proyek adalah seberapa luas jaminan/ coverage yang diminta atau dipersyaratkan dalam kontrak. Disamping beberapa faktor diatas, faktor lain adalah ketersediaan kapasitas dalam negeri, bilamana terjadi keterbatasan kapasitas dalam negeri terlampaui maka penentuan tarif dan terms akan bergantung dari pasar reasuransi.


Beberapa kendala yang biasanya sering terjadi dalam penutupan asuransi proyek ini adalah apabila karena satu dan lain hal proyek molor atau mangkrak sehingga adanya periode silent dan beberapa raw material  dan mesin-mesin yang sudah ada di site menjadi terbengkalai. Kondisi semacam ini tentunya akan menaikan tingkat risiko dan menjadi concern underwriter dalam penetapan tarif dan terms asuransi. Beberapa perusahaan asuransi melakukan pemilahan atas risiko silent pada asuransi proyek  dan  bahkan beberapa mengecualikan risiko silent.

Demikian sekelumit pengalaman penulis dalam menangani beberapa penutupan asuransi proyek. Salam..





2 comments:

Popular Posts

Search This Blog