Maraknya pembangunan infrastruktur
di Indonesia belakangan ini membutuhkan asuransi proyek yang menjamin risiko
aktifitas pekerjaan proyek dari potensi bahaya yang mungkin terjadi. Kontraktor
dan Bowheer/Principal sebagai pihak yang bersepakat dalam kontrak perlu
memahami asuransi proyek dalam hal sejauh mana jaminan asuransi proyek ini
efektif dalam me- respond suatu potensi kerugian. Kontrak proyek merupakan
acuan dalam penutupan asuransi proyek. Para pihak yang bersepakat dalam kontrak
adalah pihak yang memiliki interest (kepentingan) terhadap jaminan polis asuransi
proyek. Beberapa pihak lain dapat saja diperperlakukan sebagai tertangung
bilamana memiliki interest terhadap proyek, contohnya pihak bank yang mendanai,
supplier dan sub kontraktor yang
mengerjakan sub pekerjaan proyek.
Bentuk asuransi proyek yang beredar
di Indonesia ada 2 yaitu Contractor's All
Risk dan Erection All Risk, perlu
ditegaskan bahwa jaminan pekerjaan proyek yang berlakua atas kedua asuransi
proyek dimaksud digunakan untuk meng-cover jaminan pekerjaan proyek onshore.
Kedua asuransi tersebut mengacu pada
wording standar yaitu Munich re wording.
Yang menjadi pertanyaan dimana perbedaan jaminan atas kedua asuransi dimaksud.
Sesuai dengan namanya Contractor's Alll
Risk (CAR) merupakan asuransi proyek
yang mejamin atas risiko proyek pembangunan sedangkan Erection All Risk (EAR) menjamin atas risiko proyek pemasangan
mesin-mesin. Beberapa contoh
proyek-proyek CAR adalah proyek pembangunan gedung, proyek pembangunan
jembatan, proyek pekerjaan jalan, proyek pembangunan bendungan, dll. Sedangkan
proyek – proyek EAR adalah proyek pembangunan pabrik, proyek pembangunan PLTU,
proyek pemasangan kabel Fibre Optic (FO).
Merujuk pada Munich re wording, jaminan atas kedua jenis asuransi proyek terbagi
dalam 2 section yaitu section I Material Damage dan section II Third Party Liability. Kedua
section ini merupakan jaminan standar yang ada dalam asuransi proyek. Atas
jaminan standar dapat pula ditambahkan jaminan perluasan dengan cara melekatkan
endorsement/klausula. Dari kedua
jaminan standar ini jaminan utama adalah jaminan section I Material Damage,
sedangkan jaminan section II sifatnya melengkapi dan besaranya terbatas
kisarannya tidak lebih dari 10% besaran section I nya.
Lama pertanggungan mengacu kepada periode
pekerjaan proyek, dasar adalah time schedule (kurva S). Lazimnya periode proyek
terbagi atas 2 fase, fase masa konstruksi dan fase masa pemeliharaan. Peralihan
fase ditandai dengan adanya penerbitan BAST (Berita Acara Serah Terima). Peralihan
fase ini juga menandai perubahan jaminan dari semula jaminan sesuai polis yang
diterbitkan berlaku pada masa konstruksi, kemudian akan berubah menjadi jaminan
terbatas hanya untuk risiko pemeliharaan yang berlaku pada masa pemeliharaan.
Lantas, dokumen apa saja yang
dibutuhkan dalam suatu penutupan asuransi proyek. Perusahaan asuransi dalam hal
meng aksep suatu risiko dalam hal ini risiko proyek, maka underwriter
membutuhkan beberapa dokumen guna melakukan desk
analysis. Minimum dokumen yang dibutuhkan adalah copy contract, B/Q, layout dan time schedule. Dokumen tersebut
dapat menggambarkan profil risiko suatu proyek, apakah masuk dalam kategori
rendah, sedang dan tinggi. Beberapa parameter yang digunakan underwriter dalam
menilai suatu risikko proyek adalah potensi risiko bencana alam, potensi risiko
dari sisi pengalaman kontraktor dalam melakukan suatu pekerjaan proyek, kondisi
lingkungan sekitar proyek apakah padat atau tidak. Parameter – parameter risiko
itu yang dipertimbangkan underwiter dalam menilai suatu profil risiko
proyek yang akan menghasilkan term & conditions suatu penutupan
asuransi proyek.
Pertanyaan berikutnya adalah berapa
lama proses penutupan asuransi proyek. Lama proses penutupan asuransi proyek
biasanya bergantung dari besaran Total Contract
Value (TCV) yang nantinya akan tercantum sebagai harga pertanggungan dalam
polis proyek (CAR/EAR). Sebagaimana diketahui bahwa setiap perusahaan asuransi
kerugian memiliki kapasitas otomatis (treaty)
yang dapat digunakan dalam setiap proses penerimaan suatu risiko atau
akseptasi. Nah, didalam treaty ini
banyak batasan-batasan yang menjadi acuan seorang underwriter manakala
memproses suatu risiko. Kaitan treaty tadi adalah sebagai batas suatu
perusahaan asuransi dapat menerima suatu risiko proyek secara penuh (100% full
cover) atau hanya katakanlah kurang dari 100%, apabila TCV suatu proyek lebih
besar dari treaty suatu perusahaan
asuransi. Hal lain yang juga menentukan
adalah lama waktu pekerjaan proyek menggingat rata-rata lama pekerjaan proyek
yang dapat di cover dalam suatu treaty
kisaran 40 bulan. Batasan-batasan dalam treaty tersebut yang mempengaruhi lama
waktu pengadaan asuransi proyek, apabila proyek termasuk dalam kategori mega
proyek dimana TCV yang ada melebihi treaty maka perusahaan asuransi akan
melibatkan penanggung ulang (reasuransi).
Seringkali beberapa principal dan kontraktor menanyakan
tentang berapa tarif yang akan berlaku pada proyeknya. Pengalaman penulis
sebagai praktisi bahwa jawaban atas pertanyaan dimaksud tergantung pada beberapa faktor. Beberapa faktor
utama yang diamati oleh underwriter adalah karakteristik dari proyek, apakah
proyek masuk dalam kategori risiko tinggi atau rendah. Sebagai contoh dalam
asuransi proyek CAR, kategori risiko tinggi adalah proyek-proyek yang masuk kategori
risiko pekerjaan sipil basah contoh pembangunan bendungan, PLTA, pembangunan
dermaga, pembangunan jembatan dengan bentang panjang. Contoh risiko tinggi
dalam proyek EAR adalah pembangunan pabrik atau pembangkit yang melibatkan
pemasangan mesin dengan kapasitas besar. Faktor lain yang juga mempegaruhi penetapan tarif asuransi proyek adalah
seberapa luas jaminan/ coverage yang diminta atau dipersyaratkan dalam kontrak.
Disamping beberapa faktor diatas, faktor lain adalah ketersediaan kapasitas
dalam negeri, bilamana terjadi keterbatasan kapasitas dalam negeri terlampaui
maka penentuan tarif dan terms akan bergantung dari pasar reasuransi.
Beberapa kendala yang biasanya
sering terjadi dalam penutupan asuransi proyek ini adalah apabila karena satu
dan lain hal proyek molor atau mangkrak sehingga adanya periode silent dan beberapa raw material dan mesin-mesin
yang sudah ada di site menjadi terbengkalai. Kondisi semacam ini tentunya akan
menaikan tingkat risiko dan menjadi concern
underwriter dalam penetapan tarif dan terms asuransi. Beberapa perusahaan
asuransi melakukan pemilahan atas risiko silent
pada asuransi proyek dan bahkan beberapa mengecualikan risiko silent.
Demikian sekelumit pengalaman penulis dalam menangani beberapa penutupan asuransi proyek. Salam..
TERIMAKASIH SANGAT MEMBANTU
ReplyDeleteSenang bisa berbagi ilmu pak Prayoga..salam.
Delete